Kemana Koko Penjual Air Tahu Itu?

"Air tahu.......!" begitu pekikan seorang penjual air tahu turunan tionghoa dari atas sepedanya. Setiap pagi menjelang siang dia selalu melintas di depan rumah kami yang berada di sebuah komplek perumahan. "Ko....!" teriak ku dari beranda rumah, dia pun turun dari sepedanya dan seperti biasa langsung menuangkan air tahu dari dalam botol ke dalam gelas yang aku bawa. "Kamsia!" ujar ku setelah menyodorka selembar uang dua ribu. Aku ga tau apakah ucapan ku itu benar atau tidak, namun dia membalasnya dengan senyuman ramah sambil berkata "Terimaksih kembali!". Dia pun berlalu sambil meneriakkan jualannya hingga seisi komplek (mungkin) bisa mendengarkannya.

Esok pagi seperti biasa aku harus mengantarkan anak-anak ku kesekolah, kebetulan sedang hujan walau tidak deras namun cukup membuat kuyup setiap orang yang mengabaikannya.
Aku pun mengantarkan anak-anak ku naik mobil. Oh ya..biasanya mereka aku antarkan naik motor, karena lebih cepat (terhindar dari kemacetan pagi) juga lebih irit, selain itu anak ku yang nomor dua kebenaran laki-laki lebih suka naik motor, katanya ber-angin.
Namun pagi ini kami harus naik mobil. Dugaan ku tentang macet akhirnya terjadi juga sekitar 500 meter keluar dari komplek, kami sudah terjebak macet yang cukup parah. Ditengah hujan sedang mengguyur seperti ini diperparah lagi bunyi klakson dari kendaraan yang tidak mengenal kata sabar. Makin komplit deh kesemrawutannya oleh motor yang saling nyrobot hingga nyaris aku tabrak. Dengan perlahan kami berjalan ditengah kemacetan, untunglah ada petugas Polantas yang mengatur dititik kemacetan. Disisi jalan saya perhatikan begitu banyak orang berdiri sambil sekali-sekali menunjuk kearah jalan, semakin membuatku bertanya ada apa gerangan. Ketika melintas saya melihat darah segar tersiram air hujan hingga kepinggir jalan. "Ada apa Mi?" tanya anak ke dua ku, "Mungkin terjadi kecelakaan!" jawabku sambil menginjak pedal gas lebih dalam karena sudah didesak klakson dari belakang.

Sudah jam 10 menjelang siang, aku masih memainkan gelas kosong ditanganku sambil sekali-kali memperhatikan ke arah jalan. Ah.. sudah hampir setengah jam mungkin dia tidak melintas ke komplek ini pikirku. Aku pun kembali melakukan pekerjaan rutinku sehari-hari.

Setelah dua bulan berlalu tiba-tiba aku dikagetkan suara yang biasanya aku tunggu-tunggu. "Air tahu....!" Aku pun berteriak memanggilnya "Koko...air tahu...!" sambil bergegas berlari kecil keluar rumah, hatiku sangat senang karena sudah dua bulan ini aku tidak minum air tahu.
"Lho... koq lain?" pikir ku. Tiba-tiba aku jadi ragu ingin beli atau tidak.
Kali ini aku berhadapan dengan seorang anak remaja umur tigabelasan, dengan sepeda ontel yang kelihatan terlalu besar untuk ukuran tubuhnya.
"Air tahu Bu?" tanya anak itu, "Eh..ehk..ia ko!" jawabku tergugup, "Maaf Bu, saya masih anak-anak, tak pantas dipanggil koko oleh ibu!" sahut anak itu sambil tersenyum. Aku pun hanya bisa tersenyum, dan tiba-tiba teringat dengan senyuman tukang air tahu yang dulu sering datang. "Senyum mereka sama" gumanku dalam hati.

"Kamu siapa? Kenapa kamu menjual air tahu? apa kamu tidak sekolah?" tanya ku sambil memperhatikan sepeda yang digunakan anak itu, sama persis dengan sepeda tukang air tahu yang dulu, bedanya yang ini kelihatan banyak bekas perbaikan atau sambungan besi yang dilas.

"Saya anak tukang air tahu yang dulu sering lewat sini Bu!" jawabnya
"Ayah saya sudah meninggal karena kecelakaan dua bulan lalu, saya yang meneruskan jualannya" lanjutnya. Kali ini aku benar-benar tak sanggup berkata-kata lagi mendengar jawaban anak itu.
"Aku terpaksa meninggalkan bangku sekolah, agar adik-adikku bisa melanjutkan sekolahnya!" dia pun menuangkan air tahu kedalam gelas yang kusodorkan. Aku langsung berbalik ke rumah setelah kuberikan uang dua ribuan kepadanya. Hatiku begitu teriris mendegar pengakuan anak tadi, oh...! Ternyata kecelakaan yang terjadi dua bulan lalu itu adalah... oh tidak...kenapa saat itu aku mengganggap itu hanya kejadian biasa yang terjadi dijalanan?





Komentar

Postingan populer dari blog ini